12549315022469l.jpg… Suatu malam sahabatku mengirimkan SMS padaku.
“ Doakan yah, insyaAllah 30 menit lagi saya akan operasi pencangkokan jantung.
Ukhti jangan lupa agenda kita esok hari. Kalau saya ga datang teruskan saja…”
Deg! Hatiku terasa sakit membacanya. Tak berasa air mataku menetes satu-satu seiring dengan lantunan doa yang terus kupasung dalam untaian harap. Seharusnya aku menyadari kalau saat-saat seperti ini pasti akan tiba, harusnya aku lebih siap dan tegar. Bukannya roboh seperti saat ini.
Bagiku dia adalah sahabat yang tangguh. Bukan, bukan karena ia kuat, bukan karena ia pandai ataupun penuh prestasi, sebab kalau kalian tau sesungguhnyan ia lemah & memiliki kemampuan yang biasa-biasa saja.
Semenjak ia divonis memiliki kelainan jantung, kondisi tubuhnya melemah dan sering drop. Bahkan terkadang ia pingsan 3 kali dalam sehari. Ya Robby, 3 kali sehari. Tapi ia tidak pernah sekalipun mengeluh. Ia sering berkata “ Ga apa-apa kok ukh “ setiap kali siuman dari pingsan. Sebenarnya aku ingin menangis saat melihat kondisinya tapi kutahan sekuat tenaga. Sungguh, aku tak ingin ia merasa bersalah dan makin bersedih.
Aku kerap menegurnya karena ia sering– secara diam-diam –melakukan kegiatan amal, menyantuni anak yang tidak mampu, bahkan merancang berbagai kegiatan dakwah untuk jangka kedepan. Jika ditanya ia hanya bilang “ Investasi akherat…”
Suatu saat ketika ia roboh karena terlalu lelah, aku memarahinya dan membentaknya. Tapi sontak aku tertegun, karena ia malah menangis. Untuk pertama kalinya kulihat ia menangis dikadapanku.
“ Memangnya kenapa? Apakah tempat sebagai syahidah hanya untuk orang-orang seperti dirimu saja? Iya? Orang-orang yang kuat dan cerdas saja? Lalu saya dimana? Saya berusaha melakukan yang terbaik. Tapi anti malah…” Ia memalingkan wajahnya yang berurai air mata. Sedangkan aku berusaha menahan gemuruh dihatiku. Oh, ukhti apakah kau tau sikapku ini karena aku khawatir, lebih tepatnya karena aku takut kehilangan dirimu. Setelah kejadian itu, aku tak pernah melarangnya. Walaupun kondisinya buruk sekalipun, aku tetap membiarkannya. Kurasa itulah pilihannya. Terkadang aku ingin bertanya, tak lelahkah dia? Seberapa besar sakit yang ia rasakan? Tapi kusimpan juga pertanyaan itu, karena aku percaya ia gadis yang kuat.
Pagi ini, ditengah gerimis hujan kulalui jalan menuju pemukiman kumuh dekat rumah kami. Ditanganku ada beberapa bungkus kue yang telah kami siapkan kemarin. Tiba-tiba HP ku berdering, ada SMS masuk.
“ Innalilahi wainnailaihirojiuun, Seorang syahidah telah meninggalkan kita untuk menjumpai Rabb nya. Tadi subuh jan 04.00….”
Sungguh aku tak mampu berdiri, tubuhku melorot ketanah. Lunglai. Spontan aku menangis lepas.
“ Ukhti, suatu saat kita sama-sama tilawah di Syurga yah….” Tiba-tiba ucapannya tempo hari terus berputar dan berpedar dikepalaku.
“ Orang yang mulia hendaknya ia memilih kematian yang ia sukai saat bertemu Alloh” (Imad Aqil, Syuhada)

Karya: Ferry (SQUAD & TRACS)